Pages

Kamis, 24 November 2011

Malaysia Lagi dan Lagi (Malaysia dapat Rute Gemuk)

Prolog:
Malam tadi, di Kabar Petang tvone, cukup terhenyak saya menajamkan mata dan pendengaran saya. Narator berita menyebut-nyebut Malaysia. Tebakan awal ”Ah paling juga berita kekalahan team U23 menghadapai Harimau Malaya”. Salah besar, ternyata ini Malaysia membuat ulah lagi. Saya mendengar dan melihat pemberitaan, Indonesia menjual rute penerbangan ke Malaysia. Apa lagi ini? Tunggu-tunggu apa lagi ini ulah Malaysia, tetangga dekat kita yang mengakunya saudara serumpun sepertinya sudah berulangkali menginjak harga diri bangsa yang dipimpin pemimpin yang lemot ini. Lagi dan lagi Malaysia mengusik tetangga……
Inilah masalah baru yang mungkin menambah luka baru setelah Indonesia diterkam Harimau Malaya. Sebuah perjanjian yang diklaim merugikan Indonesia. Dalam perjanjian tersebut, ada perbedaan antara rute penerbangan Indonesia dengan rute Malaysia. Di mana dalam MoU tersebut Malaysia mendapatkan rute penerbangan yang lebih ramai.
Tak hanya berseteru di sepakbola dan tenaga kerja, perebutan hak paten sampai rebutan pulau dan juga Manohara. RI dan Malaysia juga bersaing dalam rute penerbangan. Dalam rute penerbangan yang akan dituangkan dalam MoU ini, benarkah Malaysia mendapatkan jalur lebih 'gemuk' dibanding Indonesia?
Dugaan ini diungkapkan pertama kali pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Dalam keterangan tertulisnya, Agus mengatakan baru membaca dokumen MoU atau nota kesepahaman antara RI dan Malaysia yang ditunjukkan temannya yang hadir di KTT ASEAN di Bali pekan lalu.
Perjanjian tersebut tertuang dalam dokumen "Confidential MoU between Tje Aeronautical Authorities of the Repubclic of Indonesia and the Goverment of Malaysia on the Implementation of Bilateral Air Service Agreement". Ironisnya, yang menandatangani dokumen tersebut dari Indonesia, adalah pejabat setingkat eselon II. Direktur Jenderal Kementerian Perhubungan Herry Bakti Singayudha Gumay yang kala itu dikonfirmasi TVone via telepon menjelaskan, Indonesia tetap diuntungkan dalam MoU tersebut. Hal itu pernah ditandatangani di level menteri lalu turun ke Dirjen. Tahun 2003 sudah diteken. Tapi ada pembicaraan untuk ditingkatkan tahun 2009 sampai 2011. Tapi yang 2011 belum ditandatangani. Sebelumnya pada 2010 pernah ada leader meeting antara Presiden SBY dan Perdana Menteri Malaysia. Hasilnya diperlukan peningkatan trafik antara Indonesia dan Malaysia. MoU yang berlangsung saat KTT Asean di Bali, sejumlah maskapai Tanah Air menyatakan dukungannya, seperti Garuda Indonesia, Batavia Air, dan Lion Air
Pada dokumen tersebut terlihat bahwa kita menjual wilayah udara kita kepada Malaysia. Pemerintah Indonesia memberikan 5th Right of Freedom ke Malaysia. Dalam dokumen yang diperoleh, maskapai Malaysia berhak mengambil penumpang dari 3 bandara yang rutenya gemuk di Indonesia yaitu Soekarno-Hatta, Sultan Hasanuddin, dan Ngurah Rai, Denpasar. Sedangkan maskapai Indonesia, berhak mengambil penumpang dari 3 bandara di Malaysia yang rutenya kurus yakni, Kuala Lumpur, Kuching dan Kinabalu.
Malaysia dapat rute gemuk, kita oleh Malaysia ditukar dengan rute kurus yang pasti tidak ada penumpangnya meski frekuensinya lebih banyak. Kalau benar, harga diri kita digadaikan oleh Kemenhub. Terbukti Terminal III jadi penerbangan Malaysia.

 Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Herry Bakti Singayudan Gumay mengatakan kesepakatan dengan regulator Malaysia itu berbentuk Memorandum of Understanding (MoU) air service agreement.
 MoU dengan regulator penerbangan Malaysia ini sebenarnya bukan baru, sudah ada sejak 2003, hanya diperbaharui. Pihak Malaysia belum tandatangani, dari Indonesia baru ditandatangani Direktur Angkutan Udara. Dalam MoU tersebut Malaysia mendapatkan frekuensi penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Ngurah Rai Denpasar, dan Sultan Hassanuddin Makassar. Secara frekuensi, kita lebih banyak mendapat kesempatan terbang dari beyond di Malaysia, memang tapi apa untungnya jika rutenya adalah rute kurus. Penandatanganan
Sejumlah maskapai kita sudah siap mendukung, seperti Lion yang menyatakan siap terbang dari Jakarta ke Kuala Lumpur dan lanjut ke India maupun Vietnam. Begitu juga Batavia Air. Namun selama ini belum ada maskapai Indonesia dan Malaysia yang memanfaatkannya.
Kesepakatan dengan Malaysia ini merupakan penggadaian wilayah udara Indonesia kepada Malaysia yang tertuang dalam dokumen perjanjian “Confidential MoU between Tje Aeronautical Authorities of the Repubclic of Indonesia and the Government Malaysia on the Implementation of Bilateral Air Service Agreement”. Perjanjian dengan Malaysia itu harus dibatalkan karena akan merugikan industri penerbangan nasional. Malaysia mendapatkan frekuensi penerbangan dari bandara Cengkareng, Denpasar, dan Makassar. Malaysia bisa ke seluruh kota yang ada di Indonesia dan Australia, Adapun Indonesia, menurut Agus hanya mendapatkan frekuensi rute penerbangan sepi. Yaitu Kuala Lumpur-Kinabalu-Kuching,-Asia dan rute Kuala Lumpur-Kuching-Kinabalu-Eropa yang kurang diminati penumpang. Malaysia dapat rute gemuk kita, oleh Malaysia ditukar dengan rute kurus yang pasti tidak ada penumpangnya meski frekuensinya lebih banyak. Bahkan Malaysia masih meriview Kuala Lumpur sebagai beyond maskapai Indonesia. Jika pemerintah Malaysia mau adil, seharusnya membuka bandara yang ramai seperti Penang, hukan Kuching maupun Kinabalu. Kalau dari Penang, ini rute gemuk, mungkin banyak yang mau ke Eropa dan Asia. Seharusnya Malaysia diberi bandara yang sepi juga di Indonesia seperti Labuan Bajo, Cilacap, atau Bandung ketimbang Denpasar dan Makassar. Jadi itu pernah ditandatangani di level menteri lalu turun ke Dirjen. Tahun 2003 sudah diteken. Tapi ada pembicaraan untuk ditingkatkan tahun 2009 sampai 2011. Tapi yang 2011 belum ditandatangani. Sebelumnya pada 2010 pernah ada leader meeting antara Presiden SBY dan Perdana Menteri Malaysia. Hasilnya diperlukan peningkatan trafik antara Indonesia dan Malaysia. Malaysia dapat rute gemuk, kita oleh Malaysia ditukar dengan rute kurus yang pasti tidak ada penumpangnya meski frekuensinya lebih banyak. Kalau benar, harga diri kita digadaikan oleh Kemenhub. Terbukti Terminal III jadi hub-nya penerbangan Malaysia (Air Asia, red)
  Menurut hemat saya, bila ini bila benar, menjadi miris di tengah luka olahraga yang masih melekat dalam diri warga bangsa. Sebetulnya, persoalan ini tidak perlu mencuat apabila dilakukan kedua Negara secara adil dan fair play. Yang di khawatirkan, jual beli rute penerbangan ini, berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia, terutama pendapatan Garuda, yang notabene perusahaan milik pemerintah. Dan sedikit banyak, uang rakyat melekat di perusahaan plat merah tersebutMalaysia dapat menerbangi tiga bandara di Tanah Air untuk kemudian terbang kembali ke beberapa kota di Indonesia dan ke negara lainnya, begitu juga sebaliknya Indonesia.
Dan juga Garuda juga harus belajar sama Air Asia, Air Asia itu low cost carrier yang secara perusahaan profitable. Bandingkan dengan Garuda pas-pasan. Udah gitu, masyaratkat indonesia harus bersyukur ada Air Asia, coba apa semua mau bayar harga Garuda? Kadang murah iya tapi seringkali mahal. Mau naik Lion? Biang telat dan karene mau murah tidak boleh komplain. Air Asia paling tidak masih professional. Dan kalo ga ada Air Asia, ya siapa mau sewa Terminal 3 yang mahal itu? Kalo tukeran rute, ya memang tidak bisa dihindarilah. Kita kan bisa nolak. Kalo tetap jadi, ya antara memang yang kita dapat jg lumayan gemuk, atau kemenhub nya dibungkam, tak tau mesti pakai apa membungkamnya (uang).

ada yang lucu di komentar detik.com 

0 komentar:

Posting Komentar